Pengangguran Berpendidikan
Wah, setelah 22 tahun hidup di dunia, saya baru nyadar kalau Hari Buruh sama Hari Pendidikan Nasional itu berdekatan. Untuk sekedar memulai entry bulan Mei ini, saya iseng membongkar kumpulan sampah pikiran saya di laptop. Dan...saya menemukan tulisan di bawah ini. Setelah saya baca lagi, kok agak berhubungan ya sama dua hari besar dunia dan nasional tadi. Mohon maaf jika ada salah-salah kata, karena saat menulisnya pun saya sedang berada dalam kegalauan luar biasa. Selamat membaca.:P
*
Pengangguran Berpendidikan
Saya suka mikir, pengangguran itu salah
siapa sih? Salah saya yang memang gak punya kemampuan sampai
perusahaan-perusahaan itu membuang CV saya, atau salah negara ini yang memang
kurang lapangan kerja?
Sepertinya tidak juga. Di koran banyaaaaak sekali lowongan
pekerjaan. Tapi lagi-lagi yang dicari kalau gak sarjana
ekonomi ya sarjana teknik. Jarang sekali saya melihat ada lowongan ‘lulusan
Ilmu Komunikasi’. Tidak, kali ini saya tidak mau menyalahkan saya yang kuliahnya
ngambil jurusan komunikasi. Percayalah, jurusan Komunikasi itu oke punya. :P
Saya hanya tidak habis pikir. Kenapa dengan
segitu banyaknya lowongan pekerjaan, pengangguran di Indonesia masih juga ramai? Mungkin kalau pengangguran
dikumpulkan, bisa buat satu negara kecil. *berlebihan*
Saya yakin di antara berjuta orang itu
bukannya tidak berpendidikan. Mungkin nasibnya sama seperti saya, sarjana tapi
pengangguran. Malah yang lebih memalukan, sarjana dari luar negeri tapi begitu
balik ke tanah air malah terkatung-katung. Ironis.
Kali ini saya ingin menyalahkan pihak
selain saya. Saya mau menyalahkan sistem pendidikan saja. Kalau sudah bicara
sistem pendidikan tentu pembahasan tidak akan pernah habis. Sistem dipengaruhi
banyak hal, juga mempengaruhi segala aspek.
Buat saya, kekacauan sistem pendidikan ini sumbernya
adalah ketidaksamarataan. Pembangunan pendidikan di negara ini sungguh tidak
seimbang, tidak sama rata. Saya juga bingung ini kenapa bisa begini. Ada
sekolah yang fasilitasnya lengkap, bahkan mewah. Tapi di pulau ujung sana, bangunannya
saja sungguh tidak manusiawi. Di satu tempat anak-anak sekolah saling
pamer merk sepatu yang dipakainya. Di tempat lain, jangankan tau merk sepatu,
pake sepatu aja enggak.
Saya bersyukur dulu waktu saya sekolah saya bisa pakai sepatu, walaupun fasilitas di sekolah saya tidak begitu banyak ataupun
mewah. Waktu saya SD dan SMP, saya sekolah di kota
kecil di Sumatera Utara. Yang ada di sekolah lapangan basket seadanya, lapangan bola, yang sebenarnya
lebih cocok disebut tanah lapang karena dipakai untuk semuanya, mulai dari upacara
satu sekolah, sampai tempat main angsa peliharaan kepala sekolah saya dulu. Ada
perpustakaan kecil dan UKS seadanya.
Waktu SMA saya pindah ke ibukota provinsi.
Alhamdulillah, waktu saya sekolah lagi musim yang namanya teknologi informasi.
Jadi, kami tidak gaptek. Kelas pelajaran TI dua jam setiap minggu dan dilakukan
di ruang komputer, di mana masing-masing siswa dapat satu komputer atau kalau
lagi rusak terpaksa berbagi dengan teman. Tapi coba lihat mereka yang sama sekali tidak mendapatkan akses itu. Sedangkan, dunia pekerjaan
menjadikan literasi teknologi sangatlah penting.
Saya adalah orang
dengan tingkat empati yang kadang berlebihan. Kalau lihat berita tentang gedung
sekolah mau roboh, atau sekolah dibubarkan karena hujan saya menangis dalam
hati. Ya Tuhaaan...bagaimana mereka akan menjalani kehidupan serba cepat
sekarang dengan akses pendidikan seperti itu? Saya yang
cukup mendapat fasilitas pendidikan merasa tercabik-cabik. Kenapa mereka tidak
bisa mendapatkan secuil saja dari apa yang saya dapat?
Saya gak tau
kapan ketidaksamarataan ini akan berakhir. Atau mungkin sama rata atau seimbang
itu cuma mitos, maya, gak ada. Tapi pendidikan adalah penting. Entah kenapa
saya merasa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk merentaskan kebodohan
dan kemiskinan masyarakat negeri ini.
Meskipun tidak
selamanya orang berpendidikan akan menjadi orang pandai dan kaya. Buktinya,
saya masih menganggur. Beli pulsa masih minta sama Mama. Tapi setidaknya,
dengan pendidikan saya merasa individu akan lebih bisa berpikir ke depan, otaknya tidak mandek, tidak stuck pada satu hal. Dengan pendidikan, seseorang
bisa melihat satu hal dengan perspektif berbeda. Orang berpendidikan juga
pasti, akan lebih tinggi derajatnya. Sekalipun dia pengangguran, tapi dia
adalah pengangguran berpendidikan.
**
Tidak ada maksud apa-apa, cuma ingin sharing sepotong pemikiran. Selamat Hari Pendidikan Nasional buat Indonesia! Saya mendambakan sistem pendidikan yang keren, yang bisa menjadikan rakyat negeri ini lebih berpendidikan dan tentu saja berbudaya. :)
P.S: trus tiba-tiba aku pengen pulang. -______-"
Comments