Menonton (Drama) Kehidupan
"Just because you love
watching drama, that doesn’t mean you’re a drama queen."
– my crumbled mind.
Banyak teman yang bertanya sekaligus agak berkomentar sinis,
“Ndok, kenapa sih kau suka kali nonton drama Korea? Penting ya?”
Waduh, saya bingung harus jawab apa dan bagaimana. Tapi ada
baiknya saya tuliskan saja tentang guilty
pleasure saya yang satu ini. Bagaimana tak guilty pleasure, untuk menonton satu drama, diperlukan setidaknya
total enam belas jam dari kehidupan. Kadang drama yang saya tonton tidak begitu
bermanfaat untuk ditonton, itu berarti saya
telah menyia-nyiakan berjam-jam waktu saya hidup di dunia ini.
Nah, bagaimana dengan drama-drama yang worth to watch? Ini lain ceritanya. Menonton drama awalnya adalah pelarian dari ke-stress-an saya karena menganggur dua tahun lalu. Sebenarnya saya sejak dulu memang suka
nonton drama, sebut saja Kera Sakti, MVP Lover dan tentu saja Meteor Garden.
Iyaaak...siapa yang tidak tahu kehebohan Meteor Garden di awal tahun 2000 tiga
belas tahun yang lalu? Saya pun termasuk dalam masyarakat yang tersihir oleh
empat orang abang-abang Taiwan itu. Really,
it makes me laugh just to recall it. Tapi kebiasaan itu lama saya
tinggalkan sampai masa pengangguran itu.
Singkat cerita, drama korea Coffee Prince adalah awal baru dari
segala kelabilan, kekampungan, dan kehisterisan setiap melihat wajah
abang-abang oriental. Awalnya saya bingung menghafal nama tiap tokohnya dan sempat
berpikir bahwa bahasa Korea adalah bahasa yang mustahil untuk dipelajari. Namun
seiring makin banyaknya drama dan film yang saya tonton, saya mulai hafal si
anu main di drama mana aja, bahkan sekarang saya sudah bisa dengan lancang
mengomentari akting si anu lebih bagus di drama ini atau di drama itu. Cih!
Hahhahaha Walaupun dibanding dengan fan girl yang ada di luar sana, saya ini
masih level rendahan. Seriously guys,
there are a lot of crazy people out there, compared to me.
Kembali ke soal menonton drama, khusunya drama Korea. Kenapa
saya suka nontonnya? Saya pernah menulis beberapa alasan yang bikin saya suka
nonton drama negeri ginseng itu. Dalam posting tersebut, saya menuliskan beberapa hal
yaitu: plot/ jalan cerita yang asik, tema yang unik dan sistem produksi drama yang
baik.
Namun di luar itu semua, menonton drama buat saya bukan
sekadar untuk ber-HAHA HIHI melihat adegan lucu dan ber-KYAAAAA...KYAAAAA.... melihat
abang ganteng. Menonton drama buat saya adalah satu proses. Sebuah proses
menonton. Menonton kehidupan.
Saya sadar bahwa cerita dan tokoh yang ada dalam drama yang saya tonton
kebanyakannya fiktif. Adalah mustahil kalau ada seorang raja dan anak
buahnya dari zaman kerajaan masa lalu tiba-tiba nyasar ke kamar kalian yang
notabenenya adalah zamannya social media.
Selain itu, laki-laki tampan super sweet juga soft-hearted
tentu sangat susah dijumpai zaman sekarang. Cinta pada pandagan pertama itu pun tak selalu berakhir dengan pernikahan. Percintaan antara manusia dengan siluman rubah
mungkin saja terjadi tapi tentulah itu sangat menyeramkan jika terjadi di dunia
nyata.
Tapi, bukankah rekayasa cerita yang mereka buat terinsiprasi
dari kehidupan nyata? Mungkin saja, si pembuat drama juga mengalamai
kegelisahan dan kesuntukan seperti yang saya alami saat menganggur. Si pembuat
drama juga ingin melarikan diri dari keras dan kejamnya realita. Mungkin saja.
Yang perlu diingat adalah cerita dalam drama adalah cerita
tentang manusia dan hubungannya dengan manusia lain dalam lingkungan kehidupannya.
Tentu hal ini bukan rekayasa. Sebagai manusia yang katanya makhluk sosial, tentu kita (harus) menjalin dengan orang sekitar. Buat saya, menonton drama seperti bercermin pada
kehidupan.
Perkembangan tiap karakter dalam drama yang saya tonton
mengingatkan saya bahwa setiap manusia akan dan harus terus berproses. Itu juga
meningatkan saya bahwa seseorang, siapa pun dia, bisa berubah karena keadaan sekitarnya.
Setiap konflik yang dihadirkan dalam drama seolah memberi
saya peringatan bahwa kehidupan tidak akan seru kalau tak ada konflik, tak ada
pergolakan. Coba bayangkan menonton drama yang konfliknya tidak seru, pasti
akan langsung saya hentikan kegiatan menontonnya. Mungkin seperti juga
kehidupan. Ketika kehidupan macam datar-datar saja, kita cenderung akan merasa bosan, kemudian menjadi
malas, tidak bersemangat.
Adegan lucu yang saya tonton mengingatkan saya bahwa tak ada
salahnya sesekali menertawakan ketololan yang muncul dalam kehidupan. Adegan
sampah alias lovey-dovey gak penting memberi saya peringatan bahwa nanti kalau
punya pacar (lagi) tak payah lah heboh sangat, some people want to muntah watching
that kind of things. #inikenapajadisewot?
Jadi, jika kalian bertanya kenapa saya suka menonton drama,
maka saya akan menjawabnya dengan: karena manonton drama adalah menonton kehidupan.
Bedanya, jika saat menonton drama saya hampir bisa menebak bagaimana akhir
ceritanya, pada kenyataannya, saya betul- betul tidak bisa memprediksi
kehidupan saya selanjutnya.
Dan satu lagi, menonton drama juga membuat saya sangat
bersyukur dengan kehidupan. Walau kadang hidup seolah mengejek dan
memporak-porandakan perasaan ini, setidaknya kehidupan saya tidak serumit harus
menyamar jadi laki-laki atau almarhum kakek saya tidak dengan iseng membuat janji dengan sahabatya
yang seorang raja untuk menikahkan cucu-cucu mereka.
Salam hangat untuk para penonton drama. ~
ini saya bikin di website ini seru juga, bisa bikin poster keep-calm sendiri.:D |
Comments